Setahun lalu, taktik garis pertahanan tinggi Barcelona sempat menjadi sorotan utama di Eropa. Di bawah manajer Hansi Flick, Blaugrana tampil dengan intensitas pressing yang luar biasa, struktur yang agresif, serta koordinasi antarlini yang begitu presisi. Sistem ini menjadi identitas baru Barcelona era Flick—sebuah pendekatan ultra-proaktif yang bertujuan mendominasi ruang sekaligus mengontrol lawan sejak fase build-up.
Puncak kejayaan taktik ini terjadi pada Oktober 2024, ketika Barcelona mempermalukan Real Madrid 4-0 di Santiago Bernabéu. Dalam laga tersebut, jebakan offside Barcelona bekerja begitu efektif. Real Madrid tercatat terperangkap offside lebih dari delapan kali—angka yang sangat jarang terjadi di laga bertensi setinggi El Clásico. Tidak hanya itu, kemenangan ini juga mencatatkan sejarah: Lamine Yamal menjadi pencetak gol termuda sepanjang sejarah El Clásico.
Namun, setahun berlalu, narasi yang dulu penuh pujian kini berubah menjadi kekhawatiran. Sistem yang sempat dipandang revolusioner itu kini banyak dikritik karena dianggap menjadi sumber kelemahan Barcelona di musim 2025/2026.
Penurunan Efektivitas High Defensive Line Barcelona
Pada musim 2024/2025, Barcelona menjadi tim dengan catatan offside provoked tertinggi di Eropa. Rata-rata, mereka membuat lawan terjebak offside 7 kali per pertandingan — sebuah capaian yang menunjukkan koordinasi lini belakang yang matang serta efektivitas tekanan dari lini tengah dan depan.
Namun, musim ini cerita berbeda. Data menunjukkan Barcelona hanya berhasil memaksa lawan offside sekitar 4,9 kali per pertandingan. Penurunan ini bukan sekadar angka; ia mewakili turunnya intensitas, kesigapan, dan timing pemain dalam menjalankan jebakan offside.
Kondisi ini tampak jelas ketika Barcelona ditahan imbang 3-3 oleh Club Brugge di Liga Champions. Pada laga tersebut, tiga gol Brugge berawal dari celah di belakang garis pertahanan Barcelona yang terlalu tinggi. Dengan transisi cepat dan direct passing, Brugge mampu mengeksploitasi ruang yang sangat luas di belakang duo bek tengah Barcelona.
Hansi Flick secara terbuka mengakui penurunan kualitas tersebut. Ia menjelaskan bahwa koordinasi bertahan tidak seketat musim sebelumnya dan kepercayaan diri para pemain belakang mulai goyah.
Masalah dalam Transisi dan Serangan Balik
Salah satu konsekuensi utama dari high defensive line adalah tingginya risiko ketika tim gagal menutup ruang di lini tengah. Musim lalu, Barcelona mampu memitigasi risiko ini berkat pressing yang efisien, terutama dari lini ofensif mereka.
Musim ini, datanya menunjukkan perbedaan mencolok:
- Kebobolan dari serangan balik musim lalu: 0,21 gol per laga
- Kebobolan dari serangan balik musim ini: 0,36 gol per laga
Peningkatan ini menunjukkan bahwa lawan semakin mudah menemukan ruang kosong di belakang garis belakang Barcelona, terutama saat Barca kehilangan bola di area tengah.
Kekalahan 1-4 dari Sevilla adalah contoh gamblang. Hampir seluruh gol Sevilla tercipta melalui pola yang sama: umpan vertikal cepat ke ruang kosong di belakang bek Barcelona yang berdiri sangat tinggi. Saat tekanan lini depan Barcelona gagal, atau saat transisi negatif mereka terlambat, sistem ini menjadi sangat rentan.
Faktor Cedera dan Hilangnya Pemain Kunci
Barcelona musim ini juga dirugikan oleh beberapa faktor non-taktis yang memperparah kerentanan garis pertahanan tinggi mereka.
1. Kepergian Inigo Martinez
Inigo Martinez mungkin tidak selalu menjadi headline, tetapi kontribusinya terhadap struktur pertahanan Barcelona sangat signifikan. Sebagai bek berpengalaman, Martinez adalah “pemimpin garis” yang mampu mengatur posisi rekan-rekannya dan menjaga kedisiplinan garis offside.
Pindahnya Martinez ke Al Nassr pada musim panas 2025 membuat Barcelona kehilangan salah satu bek paling cerdas dalam membaca permainan.
Tanpa dirinya, bek muda seperti Cubarsí atau Christensen lebih sering melakukan miskalkulasi timing dalam menekan atau menahan garis.
2. Cedera di Lini Depan Mengganggu Pressing
Cedera Raphinha, Robert Lewandowski, dan Lamine Yamal membuat pressing line Barcelona melemah drastis. Ketiga pemain ini memiliki fungsi krusial:
- Menutup jalur umpan awal lawan
- Memicu pressing trap
- Mencegah lawan membangun serangan dengan mudah
Ketika pressing lini depan tidak bekerja efektif, beban bertahan jatuh sepenuhnya ke lini tengah dan belakang, dan di sinilah garis tinggi sering kali terekspos.
Flick Tetap Mempertahankan Filosofinya
Meski kritik muncul dari berbagai pihak, Hansi Flick bersikukuh mempertahankan filosofi permainan tersebut. Baginya, high defensive line bukan masalah utama — melainkan eksekusi dan intensitas para pemain yang menurun.
Ia menegaskan bahwa Barcelona tidak akan mengubah identitasnya. Menurut Flick, sistem tersebut masih menjadi platform terbaik yang sesuai dengan DNA permainan Barcelona: menekan tinggi, mengontrol bola, dan menguasai ruang.
Namun, sikap Flick ini menimbulkan perdebatan hangat. Sebagian analis menyebut sistem ini mulai “dipahami” oleh tim-tim lain di Eropa, sehingga memerlukan adaptasi signifikan. Ada pula yang berpendapat bahwa Flick terlalu kaku dan belum mengembangkan varian taktik yang dapat meningkatkan fleksibilitas bertahan Barca.
Apakah Sistem Ini Masih Layak Dipertahankan?
Pertanyaan terbesarnya kini: apakah high defensive line Barcelona masih relevan?
Potensi dipertahankan:
- Jika intensitas pressing kembali maksimal
- Jika pemain kunci di lini depan dan tengah kembali bugar
- Jika lini belakang kembali disiplin dalam menjaga garis
Potensi menjadi masalah jangka panjang:
- Jika tim terus kebobolan dari bola direct
- Jika koordinasi lini belakang tidak pulih
- Jika lawan semakin mudah membaca pola permainan Barca
Pada titik ini, masalah Barcelona bukan hanya soal sistem, melainkan keseimbangan eksekusi, kualitas individu, serta kondisi fisik pemain.
Kesimpulan
Garis pertahanan tinggi Barcelona yang dahulu menjadi “senjata mematikan” kini memang menunjukkan tanda-tanda masalah serius. Data kebobolan meningkat, koordinasi menurun, dan lawan semakin mampu mengeksploitasi ruang di belakang bek Barca.
Namun, sistem ini belum tentu harus ditinggalkan. Flick melihat masalahnya sebagai penurunan intensitas dan kedisiplinan, bukan cacat struktural. Dalam konteks Barcelona yang selalu mengusung filosofi proaktif, pendekatan agresif ini masih sesuai dengan identitas klub — selama pemain melaksanakan instruksi dengan presisi tinggi.
Barcelona kini berada di titik evaluasi. Mereka harus menemukan kembali harmoni antara pressing, transisi, dan struktur defensif jika ingin menjaga garis pertahanan tinggi tetap menjadi kekuatan, bukan kelemahan.